Menengok Kembali Sisi Perempuan
Indonesia dalam Membangun Peradaban Bangsa dengan Perspektif Masa Lalu
by : Nesia Qurrota A'yuni
"You educate a man, you
educate a man. You educate a woman, you educate a generation."
Setidaknya dari kutipan Brigham
Young tersebut tercermin betapa besar peranan perempuan dalam membangun
peradaban. Dalam memperingati hari perempuan sedunia yang jatuh pada 8 Maret,
nampaknya kita harus membuka kembali memori kolektif kita bagaimana perjuangan
perempuan di masa bangsa yang mengaku bangsa besar ini masih tertindas oleh
penjajahan bangsa asing. Sejarah telah mencatat beberapa perempuan hebat yang
namanya terukir dalam memori masyarakat Indonesia, salah satunya ialah Dewi
Sartika. Dewi Sartika merupakan seseorang yang memperjuangkan hak kaum wanita di
Jawa Barat yang kini namanya mulai hilang seiring tergerus oleh laju zaman.
Apakah selamanya kita akan menjadi bangsa besar yang amnesia dengan seolah-olah
lupa bahwa peradaban kita yang ada saat ini, ada karena perjuangan perempuan-perempuan
hebat masa lalu?
Pada zaman
prakemerdekaan secara garis besar perempuan dapat dikelompokkan dalam dua
kategori besar. Pertama adalah perempuan yang telah berdaya dan perempuan yang
belum berdaya. Kategori ini sesungguhnya mengacu pada zaman di mana kebebasan
belum bisa di raih secara penuh 100% oleh bangsa ini. Perempuan dapat dikatakan
telah berdaya adalah perempuan yang memiliki semangat pada zamannya atau dalam
istilah Belanda disebut dengan zeitgeist. Dalam kategori ini terdapat peremuan-perempuan
mandiri yang sudah mulai menyadari bahwa sebenarnya ia mempunyai hak-hak
individu yang memang seharusnya mereka miliki. Selain telah berdaya, perempuan
dalam kategori ini juga berusaha memberdayakan perempuan lain yang belum
berdaya pada waktu itu. Sedangkan yang dimaksudkan dengan perempuan dalam
kategori belum berdaya adalah perempuan yang masih terperangkap dalam
diskriminasi yang cukup kental mengenai gender pada masa penjajahan bangsa
asing. Kemudian jika ditinjau secara sekilas, perempuan dalam kategori ini
belum menyadari sepenuhnya bahwa ia mempunyai hak-hak perorangan. Dari latar
belakang perbedaan dua kategori inilah yang selanjutnya memunculkan usaha
pemberdayaan perempuan dari kategori perempuan yang telah berdaya.
Salah satu
usaha pemberdayaan perempuan pada zaman kolonial adalah diciptakaknnya sekolah
keutamaan istri yang didirikan oleh Dewi Sartika. Sesuai dengan fakta sejarah,
inilah sekolah pertama yangd didirikan di Indonesia yang bertujuan dalam
pemberdayaan perempuan Indonesia yang pada saat itu difungsikan secara tidak
manusia melewati usaha diskriminasi. Kita dapat melihat bahwa di zaman di mana
hukum belum memayungi segenap masyarakat, isu diskriminasi gender begitu kuat
tercium. Perempuan seolah menjadi sosok
yang dipinggirkan. Dalam ibarat orang
Jawa pun, perumpuan seolah-olah di dunia ini hanya memiliki tiga fungsi yaitu
Tiga “M” yaitu masak,
manak, macak yang
artinya fungsi memasak, melahirkan, dan berdandan. Inilah yang mencoba
diluruskan oleh Dewi Sartika, pejuang revolusioner perempuan Indonesia
yang mendidik, memberdayakan, dan
memperjuangkan hak perempuan Indonesia di masa lalu. Dengan mendirikan sekolah
khusus perempuan ini, banyak kemudian muncul banyak perempuan yang mulai sadar
akan haknya dan berani memperjuangkan dirinya melawan kejamnya diskriminasi.
Menjadi tahu dan ingat itulah setidaknya
itulah mengapa hari perempuan diperingati sedunia. Kita tidak boleh lupa bahwa
perempuan memiliki peran penting dalam membangun peradaban bangsa. Merekalah
orang pertama yang mengajarkan segala hal bagi anak-anaknya yang kemudian akan
menjadi penerus dari bangsanya. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa dari
perempuanlah peradaban bangsa akan terus berlangsung dan berkembang melewati
zaman yang silih berganti.
Referensi :
http://bettauntuksemesta.blogspot.com/2011/04/sebuah-esai-tentang-perempuan-publik.html